Kamis, 28/11/2019 10:00 WIB
Meningkatkan bisnis kuliner daging anjing di Kamboja juga meningkatkan risiko rabies akibat gigitan anjing pada para penjagalnya. “Maafkan saya. Jika saya tak membunuhmu, saya tak bisa memberi makan keluarga saya,” Khieu Chan, seorang pekerja kepada 10 anjing yang menunggu nasib mereka di kandang.
Chan, seorang pekerja menangis ketika menggambarkan pekerjaan yang menghantuinya saat dia tidur. Dia membunuh enam ekor anjing tiap hari, menggorok lehernya.
“Pada hari yang baik, saya membunuh 10 anjing atau 12 anjing,” kata mantan tentara Hun Hoy yang juga bertugas menyembelih anjing.
“Saya juga merasa kasihan pada mereka, tetapi saya harus mencekik mereka,” tambah pria 59 tahun itu, dikutip dari AFP.
Di Kamboja, perdagangan daging anjing yang kerap dijadikan bahan makanan ini merupakan sebuah bisnis gelap yang tumbuh subur. Daging anjing masih dimakan di beberapa negara Asia, seperti China, Korea, Kamboja, dan Vietnam karena dianggap sebagai sumber protein yang murah.
Dalam satu hari, pedagang daging di Kamboja membunuh anjing dengan mencekik dan menusuk mereka untuk bisnis gelapnya. Hal ini membuat banyak pekerja merasa trauma dan berisiko menghadapi kesehatan yang mematikan seperti rabies.
Aktivis kesejahteraan hewan mengungkapkan bahwa konsumsi telah menurun ketika warga kelas menengah di kawasan tersebut tumbuh, ketika orang punya hewan peliharaan dan ada stigma terkait makan daging anjing.
Dikutip dari AFP, perdagangan daging anjing brutal terjadi di Kamboja. Sebuah penelitian menunjukkan bisnis yang melibatkan penangkap anjing, rumah penjagalan tanpa izin, dan restoran yang disebut menjual daging spesial.
LSM Four Oaws mengungkapkan bahwa diiperkirakan ada 2-3 juta anjing disembelih tiap tahunnya di Kamboja. Mereka juga mengidentifikasi ada lebih dari 100 restoran daging anjing di Phom Penh dan 20 restoran lainnya di wilayah dekat kuil Siem Reap.
“Ini adalah perdagangan besar-besaran,” kata Katherine Polak, dokter hewan di Thailand yang bekerja dengan LSM.
Potensi rabies
Kamboja adalah salah satu negara dengan tingkat rabies tertinggi di dunia. Namun sebagian besarnya disebabkan oleh gigitan anjing. Para peneliti mengatakan perdagangan daging anjing adalah krisis kesehatan masyarakat karena membawa hewan yang berpotensi terinfeksi di seluruh negeri.
Rumah pemotongan hewan yang tidak bersih tidak memiliki peraturan keselamatan karena tidak diawasi oleh pemerintah dan pekerja tidak menggunakan alat pelindung.
“Saya digigit anjing tetapi saya tidak divaksinasi karena ketika saya kembali itu sudah larut malam,” kata Pring That seorang pekerja kepada AFP di sebuah desa di Siem Reap ketika dia memasak sup daging anjing dengan pasta ikan fermentasi.
Alih-alih vaksin, dia hanya membersihkan luka dengan sabun dan lemon. Padahal ini tak akan membantunya terhindar dari potensi rabies yang mungkin saja bisa mengancam nyawanya.
Sumber: https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20191128083401-255-452194/jagal-gelap-daging-anjing-kamboja-dan-hantu-rabies